Mantan Ketua KAMMI Mataram 2020 Arif Rahman menilai Gubernur Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah alias atau paket Zul-Rohmi periode 2018-2023 gagal memimpin NTB.
Alih-alih menjadi daerah yang maju, menurut Arif kepemimpinan Zul-Rohmi justru membawa NTB mundur 10 tahun.
Arif beralasan sejumlah kebijakan yang diambil Zul-Rohmi di sektor pendidikan dan birokrasi menjadi pemicu utamanya.
Misalnya saja di sektor pendidikan, Zul-Rohmi menurut Arif telah membuat kebijakan Biaya Penyelenggaran Pendidikan (BPP) yang menyengsarakan siswa dan orang tua SMA/SMK di NTB.
“Kebijakan BPP Zul-Rohmi yang diatur melalui Pergub No.44 Tahun 2018 telah membuat siswa menderita,” jelas Arif kepada Delipol.com, Minggu 1 September 2024 di Mataram.
Aturan ini kemudian dirincikan dalam Keputusan Kepala Dinas Dikbud Nomor: 184.4/945.UM/Dikbud.
Dalam aturan tersebut siswa wajib membayar iuran BPP maksimal 150 rb/bulan untuk SMA dan 200 rb/bulan bagi SMK.
Celakanya kebijakan Zul-Rohmi ini ternyata memakan korban. Arif mengatakan laporan Ombudsman sepanjang 2020-2021 menyebutkan ada sekitar 1.955 ijazah SMA/SMK NTB yang ditahan pihak sekolah.
“Nah laporan Ombudsman ini mengatakan salah satu penyebab ijazah anak SMA ini ditahan karena belum melunasi BPP,” terang Arif.
Bahkan Arif melanjutkan pada tahun 2022 ada sekitar 32 siswa yang melapor ke Ombudsman terkait penahanan ijazah SMA/SMK di NTB gara-gara belum membayar BPP.
Kebijakan kontroversial Zul-Rohmi ini bagi Arif telah membawa NTB mundur 10 tahun.
Pasalnya sejak zaman TGB persoalan SMA/SMK diprioritaskan bahkan digratiskan. Sementara Zul-Rohmi malah menambah beban pada orang tua siswa melalui iuran BPP.
“Ini membuktikan Bang Zul telah membawa NTB mundur 10 tahun,” tegas Arif.
Selain itu Arif menyoroti tata kelola birokrasi yang buruk sejak dikelola Zul-Rohmi selama 5 tahun.
Menurutnya mutasi yang ugal-ugalan era Zul-Rohmi menjadi penyebabnya.
“Bayangkan saja 5 tahun Zul-Rohmi memimpin telah dilakukan lebih dari 40 kali mutasi,” terang Arif.
“Artinya kalau dirata-ratakan ada sekitar 8-9 kali dalam setahun pergantian OPD,” lanjutnya.
Menurut Arif mutasi yang ugal-ugalan ini sangat buruk dalam menciptakan sistem meritokrasi di tubuh OPD.
“Gimana orang mau bekerja maksimal kalo 2-3 bulan kemudian ia sudah dihantui oleh pergantian. Pada akhirnya OPD hanya bekerja biasa saja,” tanya Arif.
Bahkan Arif menuturkan hal ini berbanding terbalik di zaman TGB yang memimpin NTB 10 tahun.
“Selama 10 tahun setidaknya TGB hanya melakukan mutasi sebanyak 37 kali. Ini Zul-Rohmi baru satu periode sudah melampaui lebih dari 40 kali,” tutup Arif.
Kebijakan mutasi Zul-Rohmi ini juga nyatanya tidak membuat kerja birokrasi efektif.
Misalnya saja hal itu tercermin dalam pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) NTB tahun 2022 yang tidak mencapai target.
“Kalo kita lihat realisasi pencapaian PAD NTB 2022 hanya 83,69 persen,” jelasnya.
Apalagi Zul-Rohmi di akhir kepemimpinannya telah meninggalkan utang belum terbayar pada APBD Perubahan Tahun 2022 sebesar Rp 77 miliar.
“Inikan sesuatu yang tidak pernah ditinggalkan oleh TGB selama 10 tahun. Sementara Zul memberikan legacy hutang dan birokrasi yang buruk bagi NTB,” tutup Arif.
Diketahui, Zulkieflimansyah kini menjadi Calon Gubernur berpasangan dengan Mantan Bupati Lombok Tengah dua periode Suhaili FT.
Sementara Sitti Rohmi Djlaillah kini mengambil jalan sendiri dengan mencalonkan diri sebagai Gubernur berpasangan dengan mantan Bupati Kabupaten Sumbawa Barat dua periode Musyafirin.
Gubernur NTB diikuti oleh tiga pasang calon, yaitu pasangan calon ketiga yaitu mantan Duta Besar Indonesia untuk Turkey Lalu Muhammad Iqbal berpasangan dengan Bupati dua periode Indah Dhamayanti Putri.
Ketiga calon tersebut sudah resmi mendaftar di KPUD NTB menjadi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTB pada 27-29 Agustus kemarin. (Iba)