(delikpol.com) Arif Rahman, mantan Ketua KAMMI Mataram 2020, mengkritik Gubernur Zulkieflimansyah, yang dikenal sebagai Bang Zul, sebagai pemimpin yang gagal bagi NTB.
Menurut Arif, alih-alih memajukan daerah, kepemimpinan Bang Zul justru membuat NTB mundur satu dekade. Arif menilai kebijakan Bang Zul di bidang pendidikan dan birokrasi menjadi penyebab utamanya.
Di sektor pendidikan, Arif mengkritik kebijakan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) yang dianggap memberatkan siswa dan orang tua tingkat SMA/SMK di NTB. “Kebijakan BPP yang diatur melalui Pergub No.44 Tahun 2018 telah menyengsarakan siswa,” ujar Arif.
Aturan tersebut merinci bahwa siswa harus membayar iuran BPP maksimal Rp150 ribu per bulan untuk SMA dan Rp200 ribu per bulan untuk SMK. Arif menambahkan bahwa kebijakan ini mengakibatkan penahanan ijazah oleh sekolah karena tunggakan pembayaran BPP, dengan laporan Ombudsman mencatat sekitar 1.955 ijazah ditahan selama 2020-2021.
Arif menganggap kebijakan ini membuat NTB mundur 10 tahun, mengingat kebijakan di era gubernur sebelumnya, TGB, memprioritaskan pendidikan gratis. “Bang Zul malah menambah beban dengan iuran BPP,” tegasnya.
Arif juga mengkritik tata kelola birokrasi di bawah Bang Zul yang dinilai buruk, terutama terkait mutasi pejabat. “Selama 5 tahun, Bang Zul telah melakukan lebih dari 40 kali mutasi,” katanya, menilai frekuensi mutasi ini menghambat sistem meritokrasi dan efektivitas kerja birokrasi.
Pencapaian pendapatan asli daerah (PAD) NTB tahun 2022 yang tidak mencapai target menjadi contoh lain dari ketidakefektifan kebijakan ini, dengan realisasi hanya 83,69 persen. Selain itu, Arif mencatat Bang Zul meninggalkan utang APBD Perubahan Tahun 2022 sebesar Rp77 miliar, sesuatu yang tidak pernah terjadi di era TGB.
Arif menyimpulkan, “Zul memberikan warisan hutang dan birokrasi yang buruk bagi NTB.”