
Mahasiswa Magister Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta Syahrul yang juga merupakan putra asli NTB mengkritik kegagalan pemerintahan Zul-Rohmi Gubernur dan Wakil Gubernur 2018-2023 yang memperlihatkan realitas pahit dalam dunia Pendidikan khususnya SMA/SMK.
Ada beberapa point mengapa Zul-Rohmi gagal total mengelola Pendidikan NTB yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi.
Pertama, perintah UU No. 23 Tahun 2014 yang secara tegas mengatakan bahwa pemerintah Provinsi bertanggungjawab sepenuhnya untuk mengelola pendidikan SMA/SMK cenderung diabaikan.
Dalam hal ini Zul-Rohmi terlalu fokus pada pendidikan tinggi yang bukan ranah dan domain kewenangannya. Sehingga membuat kewajiban yang seharusnya dijalankan Provinsi justru diabaikan.
Kedua, pendidikan SMA/SMK yang seharusnya diperhatikan dan diprioritaskan oleh Zul-Rohmi justru tercekik dengan kebijakan Gubernur soal Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP).
Dalam peraturan Gubernur No. 44 tahun 2018 bahwa pungutan BPP pada SMA negeri sebesar Rp. 150.000, sedangkan besaran pungutan BPP pada SMK sebesar Rp. 200.000. Dan itu harus dibayar setiap bulan sekali.
Dengan kebijakan tersebut siswa SMA/SMK sampai ditahan Ijazahnya. Asisten Bidang Penanganan Laporan Ombudsman Perwakilan NTB, menyebutkan bahwa yang menjadi penyebab ijazah siswa ditahan pihak sekolah salah satunya adalah karena siswa menunggak pembayaran biaya penyelenggaraan pendidikan (BPP).
Dalam laporan Ombudsman tahun 2023 ada beberapa orangtua yang juga melaporkan anaknya tidak bisa mengikuti ujian semester, sebab belum membayar BPP.
Ketiga, Pusmendik Kemendikbud 2022 menunjukkan bahwa Capaian Literasi Membaca siswa SMA di provinsi NTB itu kurang dari 50% artinya berada di bawah kompetensi minimum. Begitu juga dengan hasil numerasi siswa SMA kurang dari 50% dibawah kompetensi minimum.
Termasuk dalam Asesmen Nasional Tahun 2021 di Provinsi NTB dalam Survei Lingkungan seperti kualitas pembelajaran/praktik pengajaran, refleksi guru dan kepemimpinan kepala sekolah di tingkat SMA itu masuk di zona merah.
Keempat, Angka Partisipasi Murni (APM) Pendidikan SMA/SMK dalam mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat dalam waktunya itu masih jauh dari kata target. Sebab dalam target APM tersebut bahwa Pendidikan SMA/SMK pada RPJMD 2019-2023 itu sebesar 95,28%.
Namun, realitasnya capaian tersebut dalam Survei BPS Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret tahun 2023 itu hanya dapat tercapai dengan presentase sebesar 68,04%, artinya jauh dari target.
Kelima, Siswa Putus Sekolah SMA di seluruh kabupaten/kota di provinsi NTB berdasarkan Portal Data Kemendikbudristek pada 30 November 2023 itu sebesar 527 siswa. Dari angka tersebut justru di dominasi oleh kaum laki-laki.
Begitu juga di Sekolah SMK sebesar 527 siswa. Dan juga di dominasi oleh kaum laki-laki. Kalau ditotalin semuanya maka siswa putus sekolah pada Pendidikan SMA dan SMK di NTB itu sebanyak 1.054 siswa.
Angka yang bukan dianggap main-main, sebab jangan sampai menambah sumbangan pengangguran di NTB.
Keenam, Keadaan Sekolah SMA/SMK Menurut Status Sekolah di NTB Tahun 2023/2024 menurut Portal Data Kemendikbudristek pada 30 November 2023 terdapat 215 Ruang Kelas yang mengalami rusak berat. Untuk 1.094 lainnya mengalami rusak ringan. Dengan rusaknya ruang kelas tersebut justru itu akan berdampak pada kualitas pembelajaran.
Jadi saya rasa dalam 6 point tersebut sudah sangat konkrit bahwa kepemimpinan Zul-Rohmi sudah gagal total dalam mengelolah Pendidikan NTB khususnya SMA/SMK.